ciri-ciri budaya serta cara bercocok tanam di kepulauan sula
BAB I . PENDAHULUAN
A.
Sejarah Singkat Kepulauan Sula.
MASA KERAJAAN.
Sebelum kerajaan Ternate
menduduki Sula sistem pemerintahannya berbentuk kesatuan sosial yang bersifat
organisasi masyarakat desa, dengan kepala pemerintahannya bergelar kepala Soa dan
sekaligus merupakan panglima perang. Sula sendiri adalah nama yang berikan oleh Sultan Babullah yang berarti
menara atau tiang panjang, setelah melihat kondisi kepulauan yang datar atau
rata. Penamaan ini pertama kali dilakukan saat ekspansi kekuasaan Sultan Ternate
yang terjadi hingga Kepulauan Sula 1575. Di bawah kepemimpinan Sultan Babullah
ekspansi ini juga menjadikan sistem pemerintahan di Kepulauan Sula mengalami
perubahan. Kepulauan Sula kemudian di pimpin oleh seorang Salahakan, dimana
menjalankan pemerintahan dibantu oleh Sangaji-Sangaji dari 4 (empat) yalai
terbesar di Sula. Baik Salahakan maupun Sangaji – Sangaji semuanya dipilih dan
diangkat atas persetujuan Sultan. Ke-4 Suku Yafai yaitu Yafai Fatce ,Yafai
Fagudu, Yafai Faahu dan Yafai Mangon. Yafai Fatce menempati wilayah Barat pulau
Sula Besi, bagian Selatan di tempati Yafai Fagudu dan bagian Utara oleh Yafai
Faahu. Sedangkan di Bagian Timur ditempati Yafai Mangon. Pada wilayah-wilayah
ini mereka hidup berpencar Dan di pegunungan maupan di pesisir pantai dengan
beberapa keluarga berdasar kepala Soa-Soa tertentu. Mereka kemudian dikenal
dengan nama Matapia Sua atau orang Sula yang didalamnya termasuk masyarakat Fogi,
yang waktu itu masih mendiami daerah pegunungan.
B. Pertanian.
Kepulauan Sula pun
merupakan daerah Agraris, khususnya perkebunan. Dari tanah Sula dihasilkan
kelapa, cengkeh, pala, dan kakao selain produk tanaman pangan seperti ubi kayu, dan ubi jalar yang produksinya
tergolong besar. Kecamatan Sanana dan Taliabu Timur adalah penghasil utama
kelapa yang produk akhirnya berupa kopra, juga di distribusikan ke Ternate,
Bitung, hingga Pulau Jawa yakni Surabaya. Komoditas perkebunan lain seperti
cengkeh, pala, dan kakao banyak ditanam di Kecamatan Sanana dan Taliabu Barat.
Kabupaten Kepulauan Sula, pengembangan pertanian tanaman pangan meliputi sayur-sayuran, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan pengembangan agrowisata untuk komoditas buah-buahan meliputi durian, langsat, manggis dan mangga. Dan cara bercocok tanam mereka menggunakan polibek dan bedengan.
Selain hasil bumi dari
daratan, Sula masih menyimpan potensi lain dari laut maupun yang masih
terpendam di dalam Bumi. Seperti wilayah lain yang termasuk Kepulauan Sula juga
dicirikan dengan potensi hasil lautnya.
Mata pencarian penduduk
yang utama selain berkebun adalah mencari ikan. Dengan luas lautan kurang lebih
14.500 kilometer persegi atau 60 persen dari total wilayah dan secara geografis
mengelilingi wilayah - wilayah daratannya, bisa dikatakan menjadi nelayan di
Kepulauan Sula adalah pilihan yang cukup mudah. Apalagi dengan teknologi
sederhana yang masih mendominasi, yaitu penggunaan perahu tanpa motor. Jumlah
pemakaian perahu jenis ini angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
pemanfaatan motor tempel ataupun kapal motor.
Keterbatasan,
kesederhanaan, memang masih melingkupi Kabupaten Kepulauan Sula. Jika
keterbatasan mungkin dapat segera diakhiri seiring dengan berjalannya
pembangunan, maka kesederhanaan membutuhkan tak hanya waktu, tapi juga kemauan
untuk maju. Salah satu aspek kesederhanaan yang dimaksud adalah teknologi.
Masih rendahnya tingkat
teknologi yang digunakan di Sula seperti telah disebutkan adalah teknologi
penangkapan ikan. Padahal potensi ini begitu menjanjikan. Kepulauan Sula sejak
dulu adalah surga bagi para pencari ikan. Lautnya yang masih asli dan kekayaan
yang tersimpan di dalamnya masih melimpah ruah
Komentar
Posting Komentar