konsep sosial kepulauan
KONSEP
SOSIOLOGI PERTANIAN KEPULAUAN
A. Sejarah
Pertanian.
Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan
manusia. Pertanian muncul
ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya
sendiri. Pertanian
memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong
kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan
alat-alat pendukung
kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.
Kawasan Hilal
Subur di Asia
Barat, serta Mesir dan India merupakan lokasi awal pembudidayaan tanaman untuk
mendapatkan hasilnya. Sebelum aktivitas ini dimulai, manusia terbiasa mencari
sumber makanan di alam liar. Pertanian berkembang secara independen di berbagai
tempat di dunia, yaitu di China, Afrika, Papua, India, dan Amerika.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli
prasejarah saat ini bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di
daerah "bulan sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM.
Pada waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan
sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga
menjadi satu dari pusat
keanekaragaman tanaman budidaya (center
of origin) menurut Nikolai
Vavilov.
Jenis-jenis tanaman yang pertama kali
dibudidayakan disini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax (Linum usitatissimum).
Daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis
tanaman lain sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet)
mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang
hijau, dankacang azuki. Padi (Oryza glaberrima) dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang berbeda mungkin telah
dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika
Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerahPeru-Bolivia, dan hulu Amazon) secara terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, danbunga matahari.
Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Indonesia, cenderung mengembangkan masyarakat yang tetap
mempertahankan perburuan dan peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan
pangan. Migrasi masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah kepulauan
Indonesia membawa serta teknologi budi daya padi sawah serta perladangan.
B. Sosiologi.
Istilah
sosiologi pertama kali dicetuskan oleh seorang filsuf asal Perancis bernama
Auguste Comte dalam bukunya Cours
de la Philosovie Positive. Orang yang dikenal dengan bapak sosilogi
tersebut menyebut sosiolog adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Kata sosiologi sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu 'socius' yang
berarti teman atau kawan dan 'logos' yang berarti ilmu pengetahuan.
Auguste
Comte menyatakan sosiologi merupakan ilmu pengetahuan. Sebuah pengetahuan
dikatakan sebagai ilmu apabila mengembangkan suatu kerangka pengetahuan yang
tersusun dan teruji yang didasarkan pada penelitian yang ilmiah. Sosiologi
dapat dikatakan sebagai ilmu sejauh sosiologi mendasarkan penelaahannya pada
bukti-bukti ilmiah dan metode-metode ilmiah.
Sosiologi
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan antara manusia dalam
bermasyarakat. Sedangkan secara luas sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
tentang masyarakat dimana sosiologi mempelajari masyarakat sebagai kompleks
kekuatan, hubugan, jaraingan iteraksi, serta sebagai kompleks lembaga/penata.
C. Sosiologi Pertanian.
Pengertian
Sosiologi pertanian menurut Planck (1993) adalah sosiologi ekonomi seperti
halnya sosiologi industri, yang membahas fenomena sosial dalam bidang ekonomi
pertanian. Hal yang utama dalam sosiologi pertanian adalah:
ü organisasi sosial pertanian (struktur pertanian),
ü usaha pertanian,
ü bentuk organisasi pertanian,
ü masalah sosial pertanian.
Berdasarkan
pengertian sosiologi pertanian maka pasti terdapat kegunaan mempelajarinya.
Kegunaan Mempelajari Sosiologi Pertanian yaitu mengumpulkan keterangan mengenai
masyarakat yang berprofesi sebagai petani dan pola hubungannya, serta membantu
dalam mengambil gambaran detail tentang sikap dan perasaan, motif, tingkah
laku, dan kegiatan-kegiatan petani yang umumnya hidup dalam lingkungan
pedesaan.
D.
Pertanian
Kepulauan.
Menurut
statistik sensus pertanian 1963, di Indonesia terdapat lebih dari 41.000
komunitas desa, di antaranya lebih dari 21.000 terdapat di Jawa. Ke-41.000
komunitas desa itu didiami oleh lebih dari 80 juta penduduk, yaitu lebih-kurang
80 persen dari seluruh penduduk pada waktu itu, yang berarti bahwa sebagian
besar penduduk Indonesia masih bekerja dalam sektor pertanian (termasuk
peternakan dan perikanan). Walaupun demikian dalam angka statistik ada
kecondongan menurun, yang menunjukkan bahwa dalam waktu sepuluh tahun penduduk
Indonesia yang aktif secara ekonomis (artinya, tak terhitung yang menganggur
dan setengah menganggur) dalam sektor pertanian turun dari 71,9 persen dalam
tahun 1961 menjadi 63,2 persen dalam tahun 1971 (King 1973.
Ke-41.000
komunitas desa tersebut dapat kita bagi ke dalam beberapa golongan berdasarkan
teknologi usaha taninya, menjadi dua golongan: (1) desa-desa yang berdasarkan
cocok-tanam di ladang, dan (2) desa-desa yang berdasarkan cocok-tanam di sawah.
Desa-desa golongan pertama terletak di sebagian besar Pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian dan Timor, dengan
perkecualian beberapa
daerah di Sumatera Utara dan Barat, daerah pantai Kalimantan, daerah Sulawesi Selatan serta Minahasa, dan beberapa daerah terbatas yang terpencar di Nusa Tenggara dan Maluku.
daerah di Sumatera Utara dan Barat, daerah pantai Kalimantan, daerah Sulawesi Selatan serta Minahasa, dan beberapa daerah terbatas yang terpencar di Nusa Tenggara dan Maluku.
Desa-desa yang
termasuk golongan kedua terutama terletak di Jawa, Madura, Bali dan Lombok, dan
merupakan tempat bermukim dan hampir 65 persen dari seluruh penduduk Indonesia
(lebih dari 85 juta menurut Sensus 1971); sedangkan areal tempat desa-desa itu
hanya meliputi 7 persen dari seluruh wilayah negara kita ini.
Pengelolaan sumber kekayaan yang dimiliki oleh daerah
kepulauan memerlukan strategi dan tantangan tersendiri. Maluku sebagai salah
satu Propinsi Kepulauan, terdiri dari gugusan pulau yang sudah saatnya
memanfaatkan potensi sumber kekayaan alam lautan dalam membangun
daerahnya.
Pembangunan wilayah Kepulauan yang secara fisik memiliki
sumber kekayaan daratan yang terbatas apabila tidak terencana
dengan baik dapat mengakibatkan dampak eksternal yang cukup signifikan.
Ditinjau dari karakteristik sosial budaya dan dimensi ekonomi masyarakat
pesisir, maka kita dituntut unutk memperhatikan keberlanjutan komunitas dan
kondisi perekonomian mereka dalam setiap penetapan langkah kebijakan yang
diambil dalam pembangunan.
Komentar
Posting Komentar